Pengantar Pendidikan, Landasan Pendidikan
LANDASAN PENDIDIKAN
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Pendidikan
sebagai usaha sadar yang sistematis-sistemik dan selalu bertolak dari sejumlah
landasan serta mengindahkan sejumlah asas-asas tertentu. Landasan dan asas
sangat penting, karena pendidikan merupakan pilar utama terhadap pengembangan
manusia dan masyarakat suatu bangsa tertentu. Landasan-landasan pendidikan
tersebut akan memberikan pijakan dan arah terhadap pembentukan manusia
Indonesia, dan serentak dengan itu, mendukung perkembangan masyarakat, bangsa,
dan negara. Sedangkan asas-asas pokok pendidikan akan memberi corak khusus
dalam penyelenggaraan pendidikan, yakni manusia dan masyarakat Indonesia.
Beberapa di
antara landasan pendidikan tersebut adalah landasan filosofis, sosiologis, dan
kultural, yang sangat memegang peranan penting dalam menentukan tujuan
pendidikan. Selanjutnya landasan ilmiah dan teknologi akan mendorong pendidikan
itu menjemput masa depan. Kajian berbagai landasan pendidikan itu akan dapat
membentuk wawasan yang tepat tentang pendidikan. Dengan wawasan pendidikan yang
tepat, serta dengan menerapkan asas-asas pendidikan yang tepat pula, akan dapat
memberi peluang yang lebih besar dalam merancang penyelenggaraan program
pendidikan yang tepat wawasan itu akan memberikan prospektif yang lebih luas
terhadap pendidikan, baik dalam aspek konseptual maupun operasional.
1.2
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah
ditulis di atas, rumusan masalah dibuatnya makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Apa
yang dimaksud dengan landasan pendidikan?
2. Apa
yang dimaksud dengan landasan religius dan landasan filosofis dalam pendidikan?
3. Apa
yang dimaksud dengan landasan historis dan landasan sosiologis dalam
pendidikan?
4. Apa
yang dimaksud dengan landasan yuridis dan landasan ekonomi dalam pendidikan?
5. Apa
yang dimaksud dengan landasan kultural dan landasan ilmiah dan teknologi
(IPTEK) dalam pendidikan?
1.3
Tujuan
Setelah mengetahui rumusan masalah yang
telah dituliskan di atas, tujuan dari dibuatnya makalah ini adalah sebagai
berikut:
1. Mengetahui
dan memahami pengertian dan berbagai landasan pendidikan.
2. Menjelaskan
tentang landasan religius dan landasan filosofis dalam pendidikan.
3. Menjelaskan
tentang landasan historis dan landasan sosiologis dalam pendidikan.
4. Menjelaskan
tentang landasan yuridis dan landasan ekonomi dalam pendidikan.
5. landasan
kultural dan landasan ilmiah dan teknologi (IPTEK) dalam pendidikan.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1
Landasan Pendidikan
Pendidikan
adalah sesuatu yang universal dan berlangsung terus tak terputus dari generasi
ke generasi di mana pun di dunia ini. Upaya memanusiakan manusia melalui
pendidikan itu diselenggarakan sesuai dengan pandangan hidup dan dalam latar
sosial-kebudayaan setiap masyarakat tertentu.
2.1.1
Landasan Filosofis
Landasan filosofis adalah landasan yang berdasarkan
atau bersifat filsafat (falsafat, falsafah). Kata filsafat (philosophy) bersumber dari bahasa
Yunani, philein berarti mencintai,
dan sophos atau sophis berarti hikmah, arif, atau bijaksana. Filsafat menelaah
sesuatu secara radikal, menyeluruh, dan konseptual yang menghasilkan
konsepsi-konsepsi mengenai kehidupan dan dunia yang pada umumnya bersumber dari
dua faktor, yaitu religi dan etika yang bertumpu pada keyakinan, dan Ilmu pengetahuan yang
mengandalkan penalaran. Filsafat di antara keduanya: kawasannya seluas religi,
namun lebih dekat dengan ilmu pengetahuan karena filsafat timbul dari keraguan
dan karena mengandalkan akal manusia (Redja Mudyahardjo, et.al., 1992:
126-134.).
A.
Pengertian Landasan Filosofis
Terdapat kaitan erat antara pendidikan
dan filsafat karena filsafat mencoba merumuskan citra tentang manusia dan
masyarakat, sedangkan pendidikan berusaha mewujudkan citra itu. Hasil-hasil
kajian filsafat tersebut, utamanya tentang konsepsi manusia dan dunianya,
sangat besar pengaruhnya terhadap pendidikan.
Berbagai pandangan filosofis tentang
manusia dan aliran dunianya yang dikemukakan oleh berbagai aliran dalam
filsafat ternyata sangat bervariasi dan kadang-kadang bertentangan. Ada empat
mazhab filsafat pendidikan yang besar pengaruhnya dalam pemikiran dan
penyelenggaraan pendidikan. Keempat mazhab itu (Redja Mudyaharjo, et. al.,
1992: 144-150; Wayan Ardhana, 1986: 14-18) adalah:
1. Esensialisme
Esensialisme
merupakan mazhab filsafat pendidikan yang menerapkan prinsip idealisme dan
realisme secara eklektis, yang menitikberatkan penerapan prinsip idealisme atau
realisme dengan tidak meleburkan prinsip-prinsipnya. Mahzab esensialisme mulai
lebih dominan di Eropa sejak adanya semacam pertentangan diantara para pendidik
sehingga mulai timbul pemisahan antara pelajaran–pelajaran teoritik (Liberal Arts) yang memerdekakan akal
dengan pelajaran-pelajaran praktek (Practical
Arts). Menurut mahzab ini, yang termasuk “The Liberal Arts”, yaitu:
(1)
Penguasaan
bahasa termasuk retorika.
(2)
Gramatika.
(3)
Kesusasteraan.
(4)
Filsafat.
(5)
Ilmu
Kealaman.
(6)
Matematika.
(7)
Sejarah.
(8)
Seni
Keindahan (Fine Arts)
Aliran
atau mahzab tersebut dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah formal adalah
adanya penetapan berbagai mata pelajaran yang disajikan atau dituangkan dalam
kurikulum sekolah. Namaun demikian hal tersebut tidak berarti memisahkan antar
mata pelajaran tetapi semuanya merupakan satu kesatuan yang tak terpisahkan.
Pembagian dalam berbagai mata pelajaran tersebut dapat memudahkan dan membantu
siswa untuk mempelajari dan memahami tahap demi tahap, yang pada akhirnya
menyeluruh.
2. Perenialisme
Ada
persamaan antara perenialisme dan esensialisme, yakni keduanya membela
kurikulum tradisional yang berpusat pada mata pelajaran yang pokok-pokok (subject centered). Perbedaannya ialah
pernialisme menekankan keabadian teori kehikmatan, yaitu:
(1)
Pengetahuan
yang benar (truth).
(2)
Keindahan
(beauty).
(3)
Kecintaan
kepada kebaikan (goodness).
Juga
sebaliknya kurikulum bersifat wajib dan berlaku umum, yang harus mencakup:
(1)
Bahasa.
(2)
Matematika.
(3)
Logika.
(4)
Ilmu
Pengetahuan Alam.
(5)
Sejarah.
Dalam
mahzab atau aliran ini menggambarkan pendidikan menekankan pentingnya penanaman
nilai kebenaran, keindahan, kebaikan. Hal ini juga sesuai dengan relaitas
kehidupan manusia yang di dalam dirinya selalu condong kepada kebaikan dan
kebenaran yang bisa diterima oleh masyarakat umum. Jika hal tersebut tidak
tampak dalam penyelenggaraan pendidikan maka akan tidak bisa diterima dan
menimbulkan pro dan kontra.
3. Pragmatisme dan Progresivisme
Pragmatisme
merupakan aliran filsafat yang mengemukakan bahwa segala sesuatu harus dinilai
dari segi nilai kegunaan praktis. Penerapan konsep pragmatisme secara
eksperimental melalui 5 tahap, yaitu:
(1)
Situasi
tak tentu.
(2)
Diagnosis.
(3)
Hipotesis.
(4)
Pengujian
Hipotesis.
(5)
Evaluasi.
Progresivisme
(gerakan pendidikan progresif) mengembangkan teori pendidikan yang mendasarkan
diri pada beberapa prinsip, antara lain :
a.
Anak
harus bebas untuk dapat berkembang secara wajar.
b.
Pengalaman
langsung merupakan cara terbaik untuk merangsang minat belajar.
c.
Guru
harus menjadi seorang peneliti dan pembimbing kegiatan belajar.
d.
Sekolah
progresif harus merupakan suatu laboratorium untuk melakukan reformasi
pedagosis dan eksperimentasi.
Aliran
ini pada hakekatnya mengajarkan kepada pendidik dan penyelenggara pendidikan untuk
mendidik bagaimana berpikir kritis, sistematis, ilmiah dan mampu menguji
kebenaran dalam ilmu pengetahuan dengan metode ilmiah. Karena kebenaran yang
ada itu bisa bersifat relatif bahkan bisa menjadi salah jika ditemukan teori
yang baru.
B.
Pancasila sebagai Landasan Filosofis
Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas)
Pasal
2 UU-RI No. 2 Tahun 1989 menetapkan bahwa Pendidikan Nasional bedasarkan
Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Sedangkan Ketetapan MPR RI No.
11/MPR/1987 tetang Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4)
menegaskan bahwa Pancasila itu adalah jiwa seluruh rakyat Indonesia,
kepribadian bangsa Indonesia, pandangan hidup bangsa Indonesia dan dasar negar
Republik Indonesia.
P4
atau Ekaprasetya Pancakarsa sebagai petunjuk operasional pengamalan Pancasila
dalam kehidupan sehari-hari, termasuk dalam bidang pendidikan. Perlu ditegaskan
bahwa Pengamalan Pancasila itu harus dalam arti keseluruhan dan keutuhan kelima
sila dalam Pancasila, sebagai yang dirumuskan dalam Pembukaan Undang-Undang
Dasar 1945, yakni Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab,
Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat dan kebijaksanaan
dalam permusyawaratan/perwakilan dan Keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia. Dalam Buku I Bahan Penataran P4 dikemukakan bahwa
Ketetapan MPR RI No. 11/MPR/1989 tersebut diatas memberi petunjuk-petunjuk
nyata dan jelas wujud pengamalan kelima sila dari Pancasila.
2.1.2
Landasan Kultural
Kebudayaan
adalah hasil cipta dan karya manusia berupa norma-norma, nilai-nilai,
kepercayaan, tingkah laku, dan teknologi yang dipelajari dan dimiliki oleh
semua anggota masyarakat tertentu. Kebudayaan dan pendidikan mempunyai hubungan
timbal balik, sebab kebudayaan dapat dilestarikan/dikembangkan dengan jalan
mewariskan kebudayaan dari generasi ke generasi penerus dengan jalan
pendidikan, baik secara informal maupun secara formal. Sebaliknya bentuk
ciri-ciri dan pelaksanaan pendidikan itu ikut ditentukan oleh kebudayaan
masyarakat dimana proses pendidikan itu berlangsung.
A.
Pengertian Landasan Kultural
Kebudayaan
sebagai gagasan dan karya manusia beserta hasil budi dan karya itu akan selalu
terkait dengan pendidikan, utamanya belajar. Kebudayaan dapat dibentuk,
dilestarikan, atau dikembangkan karena dan melalui pendidikan. Baik kebudayaan
yang berwujud ideal, atau kelakuan dan teknologi dapat diwujudkan melalui
proses pendidikan.
Pada
dasarnya terdapat tiga cara umum mengajarkan tingkah laku kepada generasi baru,
yaitu informal, nonformal, dan formal. Cara informal terjadi di dalam keluarga,
dan nonformal terjadi di dalam masyarakat yang berkelanjutan dan berlangsung
dalam kehidupan sehari-hari. Sedangkan cara formal melibatkan lembaga khusus
yang dibentuk untuk tujuan pendidikan.
B.
Kebudayaan Nasional sebagai Landasan
Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas)
Sistem
pendidikan nasional adalah pendidikan yang berakar pada kebudayaan bangsa
Indonesia (UU-RI No. 2/1989) pasal 1 ayat 2. Karena masyarakat Indonesia
sebagai pendukung kebudayaan itu adalah masyarakat yang majemuk, maka
kebudayaan bangsa Indonesia tersebut lebih tepat disebut sebagai Kebudayaan
Nusantara yang beragam. Puncak-puncak kebudayaan Nusantara itu dan yang
diterima sacara nasional disebut kebudayaan nasional. Oleh karena itu,
kebudayaan nasional haruslah dipandang dalam latar perkembangan yang dinamis
seiring dengan semakin kukuhnya persatuan dan kesatuan bangsa indonesia sesuai
dengan asas Bhineka Tunggal Ika.
2.1.3
Landasan Historis
Landasan
Historis Pendidikan dapat diartikan dengan Sejarah Pendidikan Dunia. Usia sejarah
pendidikan dunia sudah sangat lama yaitu meliputi :
a. Zaman
Realisme
Seiring
berkembangnya ilmu pengetahuan alam yang didukung oleh penemuan-penemuan ilmiah
baru, pendidikan diarahkan pada kehidupan dunia dan bersumber dari keadaan
dunia pula, berbeda dengan pendidikan-pendidikan sebelumnya yang banyak
berikblat pada dunia ide, dunia surga dan akhirat. Realisme menghendaki pikiran
yang praktis. Menurut alilran ini, pengetahuan yang benar diperoleh tidak hanya
melalui pengindraan semata tetapi juga melalui persepsi pengindraan.
b. Zaman
Rasionalisme
Tokoh
pendidikan pada zaman ini yaitu John Locke yang pada abad ke- 18. Aliran ini
memberikan kekuasaan pada manusia untuk berpikir sendiri dan bertindak untuk
dirinya sendiri. Paham ini muncul karena masyarakat dengan kekuatan akalnya
dapat menumbangkan kekuasaan raja perancis yang memiliki kekuasaan absolute.
Teorinya yang terkenal adalah Leon tabularasa, yaitu mendidik seperti menulis
diatas kertas putih dan dengan kebebasan dan kekuatan akal yang dimilikinya
manusia digunakan untuk membentuk pengetahuannya sendiri. Teori yang
membebaskan manusia dapat mengarahkan manusia ke hal-hal yang negative, seperti
intelektualisme, individualisme dan materialisme.
c. Zaman
Naturalisme
Pada
abad ke-18 muncul aliran Naturalisme sebagai reaksi terhadap aliran
Rasionalisme dengan tokohnya J. J. Rousseau. Aliran ini menentang kehidupan
yang tidak wajar sebagai akibat Rasionalisme, seperti gaya hidup yang
diperhalus, cara hidup yang dibuat-buat sampai pada korupsi, anak- anak dipandang
sebagai manusia dewasa yang kecil. Naturalisme menginginkan keseimbangan antara
kekuatan rasio dengan hati. Naturalisme juga menyatakan bahwa manusia didorong
oleh kebutuhan-kebutuhannya, dapat menemukan jalan kebenaran didalam dirinya
sendiri.
d. Zaman
Developmentalisme
Zaman
Developmentalisme berkembang pada abad ke-19. Aliran ini memandang pendidikan
sebagai suatu proses perkembangan jiwa sehingga aliran ini sering disebut
gerakan psikologis dalam pendidikan. Konsep pendidikan yang dikembangkan oleh aliran
ini meliputi :
·
Mengaktualisasi
semua potensi anak yang masih laten, membentuk watak susila dan kepribadian
yang harmonis, serta meningkatkan derajat sosial manusia.
·
Pendidikan
adalah pengembangan pembawaan yang disertai asuhan yang baik.
e. Zaman
nasionalisme
Zaman
Nasionalisme muncul pada abad ke- 19 sebagai upaya membentuk patriot-patriot
bangsa dan mempertahankan bangsa dari kaum imperialis. Konsep pendidikan yang
ingin diusung oleh aliran ini adalah menjaga, memperkuat, dan mempertinggi
kedudukan Negara.
f. Zaman
Liberalisme, Positivisme, dan Individualisme
Zaman
ini lahir pada abad ke-19. Liberalisme berpendapat bahwa pendidikan adalah
untuk memperkuat kedudukan penguasa atau pemerintahan yang dipelopori dalam
bidang ekonomi oleh Adam Smith dan siapa yang banyak berpengetahuan dialah yang
berkuasa yang kemudian mengarah pada individualism. Sedangkan positivism
percaya kebenaran yang dapat diamati oleh panca indera sehinnga kepercayaan
terhadap agama semakin melemah.
g. Zaman
Sosialisme
Aliran
sosial dalam pendidikan muncul pada abad ke-20 sebagai reaksi terhadap dampak
liberalisme, positivisme, dan individualisme. Menurut aliran ini, masyarakat
memiliki arti yang lebih penting daripada individu. Nartorp mengatakan individu
ibarat atom – atom yang tidak memiliki arti bila tidak berwujud benda. Begitu
pula individu sebenarnya tidak ada, sebab individu adalah suatu abstraksi saja
dari masyarakat. Karena itu sekolah harus diabdikan untuk tujuan- tujuan
nasional.
DAFTAR
PUSTAKA
Tirtaraharja,
Umar, La Sulo. 2005. Pengantar Pendidikan. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Parsono,
dkk., 1990. Landasan Kependidikan. Jakarta: Universitas Terbuka, Depdikbud.
https://sudionokps.wordpress.com/2008/07/20/landasan-landasan-pendidikan/
Komentar
Posting Komentar